Masih tertinggal bayanganmu
Yang telah membekas direlung hatiku
Hujan tanpa henti
Seolah pertanda
Cinta tak disini lagi
Kau tlah berpaling
Biarkan aku menjaga perasaan ini
Menjaga segenap cinta yang telah kau beri
Engkau pergi aku tak kan pergi
Kau menjauh aku tak kan jauh
Sebenarnya diriku masih mengharapkan mu
Masih adakah cahaya rindumu
Yang dulu selalu cerminkan hatimu
Aku tak kan bisa menghapus dirimu
Meski kulihat kini kau diseberang sana
Andai akhirnya
Kau tak juga kembali
Aku tetap sendiri menjaga hati
08 April, 2008
Kenapa...?
Kenapa harus berpijak pada hari?
Bukankah semua kehidupan terhitung padanya?
Maka tak usahlah menghitung
Dia pasti akan terhirup,
mau tak mau.
Kenapa harus dirasa bunga – bunga lambang itu?
Pastilah nanti kau kan mencumbunya
Rasakan indah harumnya,
siang dan malam.
Reguk pasti kelopak demi kelopak
Gelambir yang terlepas
Satu demi luruhnya
Satu demi puncaknya
Kenapa harus tangisi takutmu atasnya?
Lelahmu kan sampai melesak
Risaukan mahkotamu, itu tak perlu
Peluk sajalah semua, sampai habis tak tersisa
Sampai tandas tak pernah jadi bekas
Tetap semuanya akan tercium
Kenapa harus kau bertanya?
Satu dan lalu seterusnya
Toh, nanti kau kan icipi juga
Hari yang jadi melati hidupmu…
Bukankah semua kehidupan terhitung padanya?
Maka tak usahlah menghitung
Dia pasti akan terhirup,
mau tak mau.
Kenapa harus dirasa bunga – bunga lambang itu?
Pastilah nanti kau kan mencumbunya
Rasakan indah harumnya,
siang dan malam.
Reguk pasti kelopak demi kelopak
Gelambir yang terlepas
Satu demi luruhnya
Satu demi puncaknya
Kenapa harus tangisi takutmu atasnya?
Lelahmu kan sampai melesak
Risaukan mahkotamu, itu tak perlu
Peluk sajalah semua, sampai habis tak tersisa
Sampai tandas tak pernah jadi bekas
Tetap semuanya akan tercium
Kenapa harus kau bertanya?
Satu dan lalu seterusnya
Toh, nanti kau kan icipi juga
Hari yang jadi melati hidupmu…
Kapan akan ke.....?
Suatu saat hanya ada aku dan dendang Obie Mesakh,
semut-semut yang berbaris didinding sekolah. Tidak ada bangku taman untuk menunggumu dengan rantang makanan yang aku bawa tadi pagi. Atau sekedar 2 kuntum edelweis sebagai pernyataan sikap, “aku suka kamu!”. Tidak ada lagi. Mungkin memperkosa kesepian adalah jawaban. Duduk sendiri dengan pena menggantung di ujung bibir. Lalu mematahkannya, membakar cerita-cerita lucu yang tertumpah dalam kertas. Meremas geram satu dongeng kencan. Atau... Kemudian mencampakkannya sebagai bangkai, mayat hasil pembunuhan karakter. Ya, karena cinta, aku bisa merusak kebodohanku berkubang dalam ketidakpastian, ketidakyakinan, dan segala sendu nikmatnya dosa-dosa utusan Allah. Yang sengaja merangkai bunga mawar hitam akan buramnya sebuah cerita masa depan. Dan lagu itu tak henti-hentinya mengulang refren tentang penantian cinta. Indah. Simpel. Dan mungkin. Segalanya apapun itu, yang berdiri di permukaan perjalanan waktu ini aku anggap mungkin. Dan mungkin juga untuk putaran waktu yang lain aku mungkin selalu mengakhiri cerita dengan mungkin aku bahagia dengan cinta.
semut-semut yang berbaris didinding sekolah. Tidak ada bangku taman untuk menunggumu dengan rantang makanan yang aku bawa tadi pagi. Atau sekedar 2 kuntum edelweis sebagai pernyataan sikap, “aku suka kamu!”. Tidak ada lagi. Mungkin memperkosa kesepian adalah jawaban. Duduk sendiri dengan pena menggantung di ujung bibir. Lalu mematahkannya, membakar cerita-cerita lucu yang tertumpah dalam kertas. Meremas geram satu dongeng kencan. Atau... Kemudian mencampakkannya sebagai bangkai, mayat hasil pembunuhan karakter. Ya, karena cinta, aku bisa merusak kebodohanku berkubang dalam ketidakpastian, ketidakyakinan, dan segala sendu nikmatnya dosa-dosa utusan Allah. Yang sengaja merangkai bunga mawar hitam akan buramnya sebuah cerita masa depan. Dan lagu itu tak henti-hentinya mengulang refren tentang penantian cinta. Indah. Simpel. Dan mungkin. Segalanya apapun itu, yang berdiri di permukaan perjalanan waktu ini aku anggap mungkin. Dan mungkin juga untuk putaran waktu yang lain aku mungkin selalu mengakhiri cerita dengan mungkin aku bahagia dengan cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)