RAMADAN sedang beranjak pergi. Sepekan lagi, akan kita masuki bulan Syawal. Kita akan terus melangkah maju menuju Ramadan tahun depan dengan bekal keutamaan dan rahmat yang tercurah dari Ramadan tahun ini. Betapa besar daya pesona dan daya haru yang terasa selama kita menjawab panggilan Ramadan dengan menunaikan ibadah puasa.
Pergelutan, pergumulan, dan bahkan perang di dalam diri sendiri melawan rayuan, bujukan, dan dorongan kuat hawa nafsu kita sungguh-sungguh meninggalkan kenangan indah. Kenangan yang paling dinikmati sebagai hikmah adalah suasana keampunan yang kita peroleh dari sesal dan pertobatan kita yang tulus dan suasana kedekatan kita dengan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan suasana keakraban dengan sesama kita.
Karena tersisa sepekan masa hadirnya Ramadan suci bersama kita, seharusnya dan sepantasnya semakin kita manfaatkan masa sepekan ini seintensif mungkin untuk menyempurnakan cara dan mutu penunaian ibadah puasa. Intensitas penunaian ibadah puasa di hari-hari akhir dapat menjadi semacam mahkota kemuliaan yang menempati posisi paling dalam di hati kita sebagai mahkota kemenangan atas keangkuhan, hawa nafsu yang mendorong kita untuk berbuat jahat, juga atas ketamakan, sifat kikir, egoistis, dan ingat diri. Hari-hari akhir di bulan suci ini dapat kita manfaatkan semaksimal dan seoptimalnya untuk memperkuat tali silaturahim dengan sesama kita dan meningkatkan kualitas harmoni dengan sesama warga di tengah masyarakat yang dirahmati Allah.
Peribadatan puasa secara nasional telah mempengaruhi seluruh kehidupan warga dengan latar belakang kemajemukan budaya dan agama yang berbeda-beda. Betapa indahnya persatuan dan kesatuan nasional justru karena adanya perbedaan tak terelakkan sebagai rahmat Allah atas bangsa Indonesia. Peribadatan puasa oleh umat Islam sedunia dan terutama oleh umat Islam Indonesia dirasakan sebagai peribadatan nasional yang juga diikuti oleh umat lain dengan caranya masing-masing. Doa tulus oleh umat lain agar peribadatan puasa oleh sesama saudaranya yang Islam berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah adalah bagian dari roh dan semangat persaudaraan nasional. Juga cara hidup yang bersahaja yang ditunjukkan oleh umat lain yang non-Islam sebagai bagian dari cara mereka berpartisipasi di dalam memaknai ibadah puasa yang ditunaikan oleh saudara-saudara sebangsa yang Islam adalah rahmat sejuk di bulan suci Ramadan.
Kehadiran bulan Ramadan terasa begitu singkat. Ada kesan dan suasana batin yang ingin terus hadir di hati umat yang sudah berusaha menjalankan ibadah puasa dengan penuh disiplin, tulus, khusuk, sabar, dan penuh kepasrahan. Bagaimanapun, Ramadan akan berlalu sebagai sebuah kepastian. Namun, Ramadan akan berlalu dengan harapan bahwa apa, yang telah diraih dan dinikmati sebagai rahmat Ilahi, akan tetap terjaga, terawat, dan terpelihara sebagai bekal perjalanan untuk mengarungi masa sebelas bulan menuju Ramadan tahun depan sesudah pesta kemenangan umat di hari Idul Fitri pekan mendatang. Agar kemenangan, yang sudah diraih dengan perjuangan, tetap dapat bertahan dan bahkan mutunya semakin ditingkatkan menjelang Ramadan tahun depan, maka seharusnya apa yang sudah diraih sebagai kemenangan dapat membuahkan hasil nyata di dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu kehidupan yang dirahmati Allah. (#)
07 Oktober, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar