Wisata Alam 1. Malino Malino merupakan tempat agrowisata dan peristirahatan di Sulsel yang menampilkan pemandangan hijau perkebunan teh dan hutan pinus. Di kota yang dingin ini tumbuh beraneka ragam bunga tropis dan buah-buahan. Selain itu di sebelah timur kota terdapat air terjun Takapala yang dapat dicapai dengan mengendarai kuda. 2. Makam Sultan Hasanuddin Makam Sultan Hasanuddin berada di kompleks makam raja-raja Gowa, termasuk di dalamnya sebuah batu dari “tomanurung” yang digunakan sebagai tempat pelantikan raja Gowa, serta sebuah mesjid kuno. Di dalam kompleks makam tersebut terdapat makam 6 orang raja Gowa dan sebuah makam raja Tallo. Sultan Hasanuddin adalah raja Gowa ke enambelas yang bergelar Malobasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Mohammad Bakir Tumenanga Ribulla Pangkawi, lahir tahun 1629 dan diangkat menjadi raja Gowa pada tahun 1652 pada saat berusia 23 tahun. Jabatan tersebut dipangku Sultan Hasanuddin selama 17 tahun hingga tahun 1669. Satu tahun kemudian pada usia 41 tahun, tanggal 12 Mei 1670, beliau mangkat. 3. Air Terjun Bantimurung Wisata alam Bantimurung merupakan tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal, khususnya pada hari libur. Daya tarik utamanya adalah air terjun dan tempat pemandian di bawahnya. Selain itu pengunjung juga dapat menikmati suasana sejuk dengan berbagai spesies kupu-kupu yang cantik. 4. Goa Mimpi Goa mimpi terletak dilapisan bawah kira-kira 15 menit berjalan dan ia terletak sekitar 15 m dari ketinggian air terjun Bantimurung. Melalui jalan kecil kehulu dari air terjun ke air terjun lain dan goa yang lebih kecil kita sampai ke Goa Mimpi. Dengan menggunakan lampu senter atau lentera kita menikmati indahnya berbagai bentuk batu kapur serasa dialam mimpi. Ke’te Kesu adalah sebuah perkampungan tradisional Toraja dengan rumah khasnya yang bercirikan rentetan atap melengkung dan dinding yang berukir. Ke’te Kesu terdiri dari dua kata yaitu Ke’te yang berarti gapai dan Kesu yang berarti tahta. Jadi Ke’te Kesu berarti menggapai tahta atau kedudukan. Ke’te Kesu juga merupakan museum tongkonan dan rumah adat yang menyajikan hamparan persawahan yang dilatarbelakangi tebing-tebing tinggi tempat Tau-Tau (jasad) berusia tua. Keindahan dan keunikan perkampungan adat ini membuat lembaga kebudayaan PBB (UNESCO) mengusulkan agar Ke’te sebagai salah satu warisan budaya dunia ke 38 setelah Candi Borobudur. 6. Lemo dan Londa Lemo dan Londa adalah dua desa yang terkenal dengan kuburan karangnya. Londa merupakan salah satu dari beberapa tempat penguburan gantung yang paling tua, dimana ditempat itu terkubur jasad beberapa anggota bangsawan setempat. Sebuah balkon yang besar dipenuhi dengan gambar-gambar kematian. Replika jenasah itu disebut Tau-Tau dan dipajang di depan gua di atas tebing yang curam. Sementara Lemo merupakan tempat peristirahatan terakhir para ningrat Toraja yang disemayamkan dalam bentuk Tau-Tau dan paling baik dikunjungi pada pagi hari. 7. Palawa Menelusuri Sungai Sa’dang ke arah utara akan membawa kita ke Palawa yang menampilkan Tau-Tau (jasad) dan Tongkonan (rumah adat) sebagai penyambut para pengunjung. Terletak di atas sebuah bukit, di tengah pohon bambu yang rindang, jajaran Tongkonan ini banyak menghiasi iklan wisata Tana Toraja. Menyusuri kota Watansoppeng akan terlihat suatu pemandangan yang unik yang tidak didapatkan di tempat lain. Sepanjang mata memandang pada ranting-ranting pohon bergelantungan kelelawar yang jumlahnya puluhan pada setiap pohon disisi kiri dan kanan jalan serta taman-taman kota. Mitos yang berkembang dan diyakini oleh masyarakat seputar keberadaan kelelawar ini adalah jika seorang pendatang berkunjung dan kelelawar ini membuang kotorannya kemudian mengenai orang tersebut, maka diyakini si pendatang akan menjadi warga masyarakat Kabupaten Soppeng. Jika perempuan maka akan mendapatkan jodoh seorang pria warga Kabupaten Soppeng dan bila pria maka dia akan mendapatkan jodoh perempuan warga Kabupaten Soppeng. 9. Palopo Kota Palopo merupakan kota tua yang banyak meninggalkan jejak sejarah perkembangan agama Islam di Sulawesi. Salah satu peninggalannya adalah sebuah masjid yang dibangun tanpa semen pada tahun 1603 M oleh Raja Luwi XVI. Masjid ini masih berdiri kokoh dengan tiang utama dari kayu hitam. 10. Pantai Tanjung Bira Pantai Tanjung Bira merupakan pantai eksotis berpasir putih dan dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung. Pantai ini juga menjanjikan pemandangan sunset yang indah dan air laut yang jernih. 11. Pengrajin Phinisi Bulukumba juga terkenal dengan para pengrajin perahu phinisi, baik dalam ukuran kecil sebagai souvenir maupun dalam ukuran sesungguhnya untuk pelayaran. Wisata Bahari 1. Pulau Kayangan Jarak lokasi : ± 0,8 Km. dari Kota Makassar (± 15 menit dari Dermaga Pulau Kayangan) 2. Pelabuhan Paotere Paotere adalah sebuah pelabuhan tradisional yang menjadi tempat berlabuh beragam perahu mulai dari yang kecil dengan layar tunggal sampai dengan perahu pinisi dan lambo dengan layar yang lebih banyak dan besar serta bermesin. Jarak lokasi : ± 6,8 Km (± 20 menit) dari Kota Makassar 4. Pulau Barrang Caddi Jarak lokasi : ± 12 Km dari Kota Makassar (± 1 jam 15 menit) C. Wisata Pantai 1. Pantai Losari Pantai ini merupakan aikon kota Makassar kedua setelah Lapangan Karebosi. Pantai ini menjadi tempat rekreasi paling diminati warga kota karena letaknya yang berada di tengah kota Makassar. Pada Minggu pagi pantai ini dipadati warga kota yang berolahraga sambil menikmati jajanan yang ada di sepanjang jalan. Pada sore hari kita dapat menikmati pemandangan matahari terbenam (sunset) dengan latar pulau-pulau kecil di perairan dalam. Kawasan wisata ini terletak di kawasan terpadu Tanjung Bunga, merupakan pusat wisata modern dengan berbagai sarana pendukung seperti restoran, cafĂ©, sarana bermain anak-anak dan panggung hiburan. D. Wisata Sejarah dan Budaya 1. Benteng Rotterdam Dalam bentuknya sekarang, benteng yang kini terdapat di pusat Kota Makassar ini dibangun oleh Kompeni Dagang Belanda (VOC). Dinamakan Fort Rotterdam dengan memperingati nama kota kelahiran sang pemenang Perang Makassar, Admiral Speelman; setelah dirombak total pada tahun 1673, benteng ini dibangun kembali dengan mengikuti model benteng pertahanan Eropa abad ke-17. Selama hampir 300 tahun benteng ini merupakan pusat pemerintahan Belanda di Sulawesi Selatan. Baru pada tahun 1937 Fort Rotterdam diserahkan untuk penggunaan sipil sebagai pusat budaya dan kesenian, antara lain untuk merumahkan Yayasan Matthes, sebuah perpustakaan terkenal tentang sejarah, bahasa dan budaya Sulawesi. Kini Benteng Rotteram dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Sementara Museum Lagaligo yang berada dalam benteng ini berada dibawah pengelolaan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Kawasan ini menjadi salah satu obyek wisata budaya Kota Makassar dan menarik banyak kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara. 2. Benteng Somba Opu Lokasi : 15 menit dari Pusat Kota 3. Monumen Mandala Lokasi : Jl. Jend. Sudirman (Pusat Kota) 4. Monumen Korban 40.000 Jiwa Letak lokasi : Jl. Korban 40 Ribu Jiwa, Kec. Tallo (10 menit dari pusat kota) Letak lokasi : Jl. Pangeran Diponegoro (10 menit dari pusat kota) 6. Masjid Al-Markaz Al-Islami Letak lokasi : Jl. Lompobattang (Pusat Kota) 7. Masjid Raya Makassar Letak lokasi : Jl. Lompobattang (Pusat Kota) 8. Masjid Kuno Arab Letak lokasi : Jl. Lombok, Kec. Wajo 9. Kompleks Makam Raja-Raja Tallo Letak lokasi : Jl. Sultan Abdullah, (15 menit dari pusat kota) 10. Makam Syech Yusuf Letak lokasi : Jl. Syekh Yusuf, Kec. Tamalate.
5. Ke'te Kesu
8. Soppeng
Daya tarik : Berenang, panorama matahari terbenam (sunset), olah raga air, musik & pertunjukan.
Pulau Kayangan adalah sebuah pulau kecil berpasir putih seluas 1 Ha. Lokasinya tidak jauh dari Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, dapat ditempuh selama 15 menit perjalanan dengan menggunakan perahu boat yang khusus disediakan bagi para pengunjung dari dermaga yang ada di depab Benteng Rotterdam. Pulau ini dulunya bernama Marrouw atau Meraux. Pulau Kayangan mempunyai beberapa fasilitas seperti tempat penginapan (resort), panggung hiburan, restoran, gedung serba guna, tempat bermain bagi anak-anak, sarana olah raga, dan anjungan memancing.
3. Pulau Samalona
Letak lokasi : Kecamatan Ujung Pandang
Daya tarik : Diving, snorkling, terumbu karang, biota laut, olahraga air
Letak lokasi : Kecamatan Ujung Tanah
Daya tarik : Oseanorium, peninggalan Jepang
2. Pantai Akkarena
Benteng ini merupakan peninggalan kerajaan Gowa yang kemudian digunakan oleh Belanda pada masa penjajahan. Saat ini benteng Somba Opu dijadikan miniatur budaya Sulawesi Selatan yang dilengkapi dengan rumah-rumah adat di setiap kabupaten/kota yang mewakili suku Makassar, Bugis, Mandar, Toraja, dan Kajang.
Monumen Mandala adalah salah satu bangunan ciri khas (Landmark) Kota Makassar. Monumen ini dibangun untuk memperingati Pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) dari pendudukan Belanda. Pada lantai dasar monumen ini terdapat relief yang menggambarkan kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan.
Monumen Korban 40.000 Jiwa merupakan salah satu obyek wisata peninggalan sejarah yang dibangun untuk mengenang peristiwa pembantaian massal para pejuang dan tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Selatan oleh tentara NICA pimpinan Kapten Westerling.
5. Makam Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro terkenal sebagai pahlawan nasional dan merupakan pemimpin perlawanan rakyat terhadap kolonialisme di Pulau Jawa antara tahun 1825 – 1830. Gigihnya perlawanan Pangeran Diponegoro merupakan ancaman serius bagi pemerintah kolonial Belanda saat itu, sehingga sang Pangeran diasingkan ke Manado dan kemudian dipindahkan hingga wafat di Makassar pada tahun 1855. Makam Pangeran Diponegoro berada di Makassar dan jalan yang berada di muka makam tersebut hingga kini dinamai Jl. Pangeran Diponegoro.
Al-Markaz Al-Islami adalah auditorium dan masjid terbesar di Kawasan Timur Indonesia yang berfungsi bukan hanya sebagai pusat peribadatan namun juga memfasilitasi pendidikan, kegiatan sosial dan budaya.
Masjid Raya Makassar merupakan masjid kedua terbesar setelah Al Markaz Al Islami. Baru selesai direnovasi dan diresmikan kembali pada tahun 2004.
Masjid Kuno Arab dibangun pada tahun 1907, dan hingga saat ini bangunan tua tersebut masih berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam di sekitarnya.
Kompleks Makam ini dibangun sekitar abad ke-18. Bentuk bangunan makam kuno ini mirip konstruksi candi. Pada sebagian dindingnya terdapat kalimat tauhid dalam seni kaligrafi Islam. Di pemakaman ini dikebumikan Raja Tallo ke VII, I Malingkaang Daeng Manyonri yang merupakan Raja Tallo I yang memeluk Agama Islam dengan julukan “Macan Keboka ri Tallo” (Macan Putih dari Tallo), dan dikenal sebagai penyebar Agama Islam ke wilayah Timur seperti Buton, Ternate dan Palu. Beliau juga digelari KaraEng Tuammalianga ri Timoro (Raja yang berpulang di Timur).
Syech Yusuf lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, dengan nama Muhammad Yusuf. Nama lengkapnya setelah dewasa adalah Tuanta' Salama' ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Yaj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.
07 September, 2007
Waktu aku diseberang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar