23 November, 2007

Lagu buat Adik-KU

Republik - Hanya Ingin Kau Tahu


Ku telah miliki

Rasa indahnya perihku

Rasa hancurnya harapku

Kau lepas cintaku


Rasakan abadi

Sekalipun kau mengerti

Sekalipun kau pahami

Ku pikir ku salah mengertimu


Aku hanya ingin kau tahu

Besarnya cintaku

Tingginya khayalku bersamamu


Tuk lalui waktu yang tersisa kini

Di setiap hariku

Di sisa akhir nafas hidupku


ow wooo wo wo wo


Walaupun semua hanya ada dalam mimpiku

Hanya ada dalam anganku

Melewati hidup


Rasakan abadi

Sekalipun kau mengerti

Sekalipun kau pahami

Ku pikir ku salah mengertimu


Aku hanya ingin kau tahu

Besarnya cintaku

Tingginya khayalku bersamamu


Tuk lalui waktu yang tersisa kini

Di setiap hariku

Di sisa akhir nafas hidupku


Aku hanya ingin kau tahu

Besarnya cintaku

Tingginya khayalku bersamamu


Tuk lalui waktu yang tersisa kini

Di setiap hariku

Di sisa akhir nafas hidupku


ow wooo wo wo wo wo wo wo wo wo


Popularity: 81% [?]


Sumber: LirikLaguIndonesia.Net

12 November, 2007

Untuk Mu adikku

Adikku tersayang,kadang kk memang khilaf dan semena-mena memutuskan komunikasi kita yang sementara berjalan, tetapi itu bukan dan maksud kk secara totalitas dari diri kk, cuman karena persoalan alam hingga terjadi demikian, sekali lagi maafkan kk, kemarin mungkin waktu asyik ngobrol adikku mendengarkan lewat microphone, betapa dahsyatnya gemuruh itu, seakan bangunan 7 lantai hancur berkeping, dan kk juga sempat shock karena kekagetan luar biasa, seumur kk belum pernah ada kejadian yang seperti itu kk alami.
kk bersyukur karena kk sehat walaupun agak terlunta-lunta. Hari ini kk sangat mengharapkan adikku tersenyum dan seperti sedia kala yang kk kenal secara alami dan mendalam

salam dari kk yang selalu menunggumu adik

sekeping hati

Kondisi hati ... tentunya tidak sebaik jika ada ditengah-tengah kalian. Rindu pastinya selalu ada, bahkan jika hari akan terus senantiasa ghini. Tapi menjelang kepulangan dalam beberapa bulan kedepan, rasa rindu itu mulai bercampur sedikit kkekhawatiran. Khawatir ilmu yang dibawa tidak seberapa membawa manfaat, khawatir tidak siap menerima segala keterbatasan yang ada di kampung halaman setelah termanjakan dengan semua fasilitas dan kemudahan hidup di negara maju. khawatir tidak cukup keras belajar dan berusaha untuk menimba ilmu. khawatir, setelah nanti menengok ke belakang baru sadar betapa ada banyak kesempatan dan waktu yang dilalaikan.

tapi bukankah harus selalu ada ruang untuk kekhawatiran ?
tidak hanyak untuk kehidupan dunia
tapi juga akhirat semestinya
divine unsecurity
mudah-mudahan ruang kosong itu yang senantiasa menjaga kita dari takdir manusia yang tidak membawa manfaat untuk kehidupan sekitarnya, atau penyesalan kekal yang siksanya tidak tertanggungkan.

Sambil jalan ke kampus, aku ingat salah satu cerita yang aku suka tentang roda yang tidak sempurna. Ceritanya begini, ada sebuah roda yang kehilangan potongannya. Roda itu merasa tidak sempurna dan menghabiskan waktunya untuk mencari kepingan yang hilang.

sepanjang jalan dia bertanya pada bunga, pada binatang, pada serangga yang dulu tidak pernah disapanya, adakah mereka melihat kepingan roda miliknya. Dia berputar dengan lambat, cukup lambat untuk sekedar menikmati betapa banyak keindahan sederhana yang ia lewatkan kala ia berputar sempurna karena memiliki segalanya.

Hingga suatu saat, ia menemukan kepingannya. Dia tentu saja sangat gembira dan mulai berjalan dengan cepat dengan sedemikian lancarnya, sehingga ia kehilangan kesempatan untuk menyapa bunga, binatang dan serangga yang pernah mengisi ketidaksempurnaannya.

saat itulah dia sadar. ada banyak keindahan dan pelajaran dalam ketidaksempurnaan yang justru menjadikannya merasakan kecukupan yang berlimpah.

Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman baik yang datang ke tempatku. Dia mengeluhkan tentang belum datangnya buah hati dalam pernikahan yang menurutku masih berumur dini. Dan aku bahkan belum menemukan kepingan hatiku, pikirku waktu itu.

Aku suka berpikir tentang komentar "mungkin Allah menilai kita belum siap untuk itu" yang sering dilontarkan jika ada keinginan yang tak terwujudkan. Ingin menemukan pasangan, ingin memiliki keturunan, ingin kekayaan atau ketenaran. Jika benar adanya Allah menahan semua itu karena kita belum memiliki kapabilitas untuk menjalani semua itu, bahwa kita akan menyia-nyiakan anugerah itu karena ketidaksiapan kita, lalu apa penjelasan tentang mereka yang bercerai, mereka yang gagal menanam benih-benih kemuliaan di dada anak-anak mereka, atau mabuk dalam kegelimangan harta? jika pada prinsipnya mereka diberikan itu semua karena mereka" sudah siap" dan memiliki "kapabilitas" untuk menerima semua kenikmatan itu ?

aku lebih percaya bahwa dalam semua kondisi yang Allah berikan pada hakikatnya adalah ujian yang didalamnya tentu saja ada kenikmatan, jika saja kita mau memberi sedikit waktu untuk 'berputar lebih lambat'.

Jiwa yang tidak siap dengan kefakiran yang Allah berikan hanya akan membawa pada kondisi yang mendekatkan pada kekafiran. Dan mereka yang tidak menyiapkan jiwa dalam kekayaan pastinya akan terjebak dalam kekufuran.

Dalam hati aku yakin, kita manusia akan selamanya jadi roda yang selalu kehilangan kepingannya. kita akan selalu bertanya pada Tuhan, pada semua, dimana kepingan yang hilang itu. Jika Tuhan menginginkan kebaikan pada kehidupan dunia dan akhirat kita, aku yakin kita akan dibantu-Nya untuk menangkap keindahan dan pelajaran dari ketidaksempurnaan dengan bertanya pada bunga-bunga.

wassalam
kepingan hatimu

Pembelajaran dari sebuah kekesalan

zondag, mei 07, 2006
Rasanya sudah lama yah tidak -ngeblog-. Sedikit iri juga pada teman yang tampaknya rajin-rajin mengupdate dan menulis. Kesibukan menulis sepertinya bukan jadi alasan yang berkelas mengingat toh saya juga tidak rajin-rajin amat-yang-sampai-segitunya.
Bukan pula tidak ada yang berkesan dan penting. Tapi justru dalam momen-momen tertentu rasanya hal-hal yang masuk kategori berkesan itu jadi terlalu sakral buat dibagi-bagi (ta elaah..) dan saya lebih memilih untuk menikmatinya sambil melamun memandang matahari yang mulai tenggelam pelan-pelan seperti saat ini.
Baru saja pulang dari dikusi kelompok yang ke sekian kalinya untuk merampungkan tugas need assesment. Kali ini berpasangan dengan teman yang lucunya diawal-awal bukan masuk kategori favorit saya. kalau mau lebih kuat lagi mungkin bisa juga dipakai istilah 'orang-nyebelin' dan hampir-hampir pernah dibikin kesel bin bete bin jutek bin mangkel.Yang ini cerdasnya bikin sebel. Bukan, bukan cerdasnya sih, karena saya biasanya mudah suka pada orang yang cerdas, apalagi kalau baik hati dan tidak sombong (kepengen mode ON) Namun diawal saya merasa ni orang jiwa kompetitifnya kuat banget sih. Saat itu kalau sedang diskusi dikelas sepertinya semua opini saya dia nggak terima, kalau saya bilang A, dia bilang B, kalau saya bilang C, dia akan bilang tidak, tapi D. Hhalah, pokoknya bikin keuheul-lah (kesel). Dalam hati saya suka mencak-mencak, nyantai aja lah kalau ada yang nggak setuju sama pendapat kamu. Ugh, pokoknya nyebelin banget, oke saya tahu kamu cerdas tapi toh saya pun datang kesini tidak dengan otak yang melompong. Saya ingat saking kesalnya suatu saat saya pernah malas untuk berkontak mata pada yang bersangkutan. Dan saya sadar, biasanya kalau sudah pada sampai tahapan avoiding begini, berarti kesel bin sebelnya beneran serius.
Tapi toh, saya bukan orang yang betah dikomporin setan seperti itu. Dan percaya lah hidup dalam dunia sebal-keuheul-and mangkel begitu memang ga enak. Kalau kata Rasulullah SAW, rasa dengki itu bisa membakar habis amal kebaikan seseorang. Hua, ya rugi bandar dong. Udah sebel, pahala yang ga seberapa habis pula, sementara yang bersangkutan mungkin ga ngerasa dan enak-enak bobo.
Lalu kemudian saya pikir-pikir lagi, merasionalisasi secara sadar (eh, memang harus sadar kan yah, kalau ga sadar pingsan dong namanya) apa sih yang sebenarnya saya sebelin. Cerdasnya, ilmunya ? wah, yang ini walaupun kata Nabi Muhammad SAW masuk kategori hal yang boleh membuat seorang muslim iri pada manusia lain, tapi bukan alasan untuk sebel.
Ah, ya saya pikir mungkin ya dominannya itu, yah kompetitifnya itu yang bikin males. Lalu saya pikir-pikir apa itu naturenya laki-laki yah untuk punya jiwa kompetitif, sementara perempuan kecenderungannya adalah untuk konformitas dan kerjasama ? mungkin kebetulan saja si bapak yang satu ini tidak (belum) pandai mengartikulasikan pemikiran dan opininya dalam bentuk yang tidak ofensif.
Lalu ndilalah karena memang kelas kami kecil, dalam suatu kesempatan saya pun akhirnya mendapat giliran untuk bekerja sama dengan si bapak itu. Wuah, bingung and sebel (again). karena teamwork biasanya ga akan sukses kalau orang-orang didalamnya punya masalah interpersonal. Atau setidaknya dalam kasus saya, saya punya masalah interpersonal toward orang ini.
Berdasarkan pengalaman saya selama ini, hal-hal semodel ini hanya selesai kalau dikomunikasikan. waduh, gimana caranya ? orang ini bukan teman dekat saya, yang biasanya masalah akan terselesaikan dengan pelukan dan saling bermaafan (ntar dia bilang-lah salah apa gue ama lu, kudu minta maaf?). karena pada teman-teman dekat saya bisa bilang "aku bilang ini karena aku cinta". Siapa yang tahu apa reaksinya kalau saya bilang "Aku perlu bicara, karena apa yang kamu katakan di kelas tadi bikin aku merasakan hal yang ga nyaman terhadap kamu." akan marahkah dia? akan terima kah dia? saya tidak cukup dekat untuk meramal sikapnya.
Bukan pula orang yang berbagi nilai dan landasan ideologi yang sama dengan saya. Kalau saya punya perasaan yang nggak enak pada seseorang, biasanya akan saya bacakan doa rabithtah, doa pengikat hati, memohon kepada Allah untuk menghilangkan segala kesal dan mendekatkan hati-hati kami. Karena toh, Allah yang menggenggam dan membolak-balikkan hati. Tapi mengerti apa dia tentang betapa dalam arti doa itu tentang cinta dan persahabatan ?
Tapi toh, ikhtiar harus dilaksanakan. jika tidak demi nilai, setidaknya demi perasaan menyenangkan ketika harus duduk semeja dan bekerja sama. Dan pelan-pelan saya berusaha mengeluarkan apa yang saya rasakan."kamu dulu ga pernah juara tiga atau juara dua yah?", suatu kali saya pernah bertanya, pinginnya sekedar dia tahu bahwa ga ada masalah kalau nanti ada masanya opininya tidak tepat atau meleset dikit. Atau sekedar ingin tahu darimana datangnya semangat kompetitif seperti itu. Atau sekedar mengisyaratkan bahwa dia tidak perlu berusaha keras meyakinkan semua orang bahwa dia cerdas, karena jika itu betul adanya, toh waktu yang akan melakukannya.
Entah apakah dia bisa menangkap rasa kesal saya, atau semua yang saya inginkan diatas tidak terlalu penting lagi buat saya (karena katanya lagi pria tidak pandai membaca bahasa-bahasa tidak langsung seperti itu) Yang terpenting buat saya adalah beban akibat rasa kesal dan sebal yang saya rasakan pelan-pelan bisa terangkat.
Dan pelan-pelan saya lega ketika saya bisa jujur berkata dalam hati saya; damn, he's good, tanpa harus merasa ga rela. Dan saya bisa menikmati setiap pembelajaran baru, sekecil apapun itu, yang saya dapat dari diskusi kami atau cukup dengan melihat bagaimana logika berpikirnya atau bagaimana cara dia mengerjakan sesuatu.
saya yakin, saya tidak akan bisa melakukan dan mendapatkan itu semua dengan hati yang penuh dengan rasa kesal dan kebencian. Peringatan Allah untuk itu sudah ada; jangan sampai rasa tidak suka kamu pada suatu kaum membuat kamu bersikap tidak adil. Tidak adil ini tentunya dalam artian tidak objektif lagi menilai segala sesuatu yang berkaitan dengan seseorang karena pandangan kita dikaburkan oleh rasa tidak suka. Dan percayalah, amat sedikit pembelajaran yang bisa dilakukan ketika kita dalam kondisi seperti itu.
*dedicated to my dear friend (kalau baca, you know lah who you are he he he)